Yvone Ridley, wartawati Sunday Express, berwarga negara dan tinggal di Inggris, yang ditangkap dan ditawan mujahidin Taliban di Afghanistan kini telah menjadi muslimah, da'iyah yang berkeliling dunia untuk menyerukan kebenaran Islam. Berikut kisah keislamannya.
BELAJAR SHALAT DIPENJARA
Selama dipenjara dan menjadi tahanan pasukan Taliban, aku menjadi tawanan terdekil. Maklumlah tidak ada air untuk membasuh muka. Aku juga di interogasi dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat aku bingung. Pasukan Taliban juga membuat mentalku jatuh, aku pernah ditanya selama seharian. Aku semula membenci mereka yang menangkapku. Aku meludahi mereka, kasar terhadap mereka dan menolak makan.
Aku tertarik Islam hanya ketika aku sudah bebas. Meskipun begitu, aku diperlakukan secara terhormat dan baik sekali, mereka mengatakan bahwa kalau aku sedih, maka mereka akan sedih juga.
"Aku tidak percaya dengan semua yang aku alami. Orang pasti mengira aku akan diperlakukan secara tidak adil dan disiksa seperti tawanan perang," tulisku dalam buku harian yang aku catat setiap hari.
Sulit dipercaya, apa yang aku gambarkan tentang keganasan pasukan Taliban ternyata tidak seburuk apa yang aku lihat. Selama dipenjara tiap hari aku bangun dan melihat mereka melakukan shalat berjamaah penuh dengan kekhusukan. Terkadang aku juga menirukan cara mereka shalat. Ada perasaan lain ketika aku melakukan shalat.
Padahal aku di kurung bersama 10 missionaris Kristen. Mereka tiap pagi menyanyikan pujian doa. Tapi aku tidak terpengaruh malah aku tertarik kepada cara mereka shalat dan memperlakukan tawanan.
Aku dibebaskan oleh Mullah Omar, pemimpin tertinggi pasukan Taliban. Mereka memperlakukan aku dengan penuh hormat dan baik sekali. Sampai aku berjanji kepada diriku sendiri bahwa sekembaliku ke London aku akan mempelajari agama Islam.
Setiap lembar demi lembar AlQuran aku baca. Aku makin tertarik dan membuatku kagum akan isi dan makna yang terkandung didalamnya. Aku pernah diberi buku karangan Syeikh Abu Hamzah Al-Masri. Isinya diterangkan soal pentingnya wanita menjaga diri dengan pakaian yang Islami. Sampai-sampai aku membuka sekolah di Soho, London khusus untuk mempelajari Islam Taliban dan ajarannya bagi masyarakat London.
TERKESAN SURAT AN-NISA KARENA MENGHARGAI WANITA
Ketika aku memutuskan untuk masuk Islam, aku disudutkan oleh banyak orang. Ada yang mengatakan, bahwa aku gila. Namun aku membantahnya. Ketika aku mengatakan bahwa Islam tidak seburuk yang mereka pikir, aku disangka telah dicuci otak.
Hampir semua orang menganggap aku kerasukan setan. Aku disuruh untuk keluar dari Islam. Tapi aku tolak. Aku hanya percaya apa yang aku baca dalam AlQuran. Disitulah perjalanan Islam-ku mulai tumbuh.
Ketertarikanku akan Islam karena adanya persamaan jenis kelamin. Dalam AlQuran dinyatakan bahwa Tuhan tidak melihat jenis kelamin atau warna kulit. Namun, hanya melihat keimanan mereka. Bahkan AlQuran memuat ayat tersendiri khusus wanita dengan segala problematikanya. Aku pikir AlQuran adalah pemerjuang hak-hak perempuan dalam segala hal termasuk soal perceraian yang sudah diatur 1500 tahun yang lampau. Sungguh hebat setiap kali aku buka tiap lembar dari AlQuran.
Islam begitu menghargai wanita dalam soal kedudukan dan status. Dalam AlQuran dinyatakan dengan jelas tentang kesempurnaan Islam dalam memandang wanita. Dalam pandangan kelompok Islam Taliban aku melihat banyak wanita muslimah yang tolong-menolong dalam mendidik anak, mencuci pakaian dan belajar agama.
Pemandangan ini tentu tidak ada di negeri Barat yang aku fahami. Seringkali di Inggris, para wanita dan pria hanya sibuk mencaci dan mengkritik soal berat badan dan warna kulit.
Tahun 2003 aku dipecat dari Sunday Express karena keislamanku. Berbagai ancaman menghinggapi bahkan, tidak hanya ancaman yang aku terima. Visaku dibatalkan, aku benar-benar dalam masalah. Hidupku seperti dihancurkan oleh sistem politik yang tidak menguntungkan. Tapi aku tidak menyerah.
Apalagi ketika liputanku soal Usama bin Laden ditayangkan. Aku sempat dituduh sebagai tersangka.
RIDLEY MEMANG TELAH BERUBAH
Aku dulunya adalah penganut Kristen Protestan di Stanley dan menjadi penyanyi gereja disana. Aku juga seorang guru agama di Sunday School. Tetapi, sekarang aku menjadi muslimah yang getol menyuarakan perdamaian dalam Islam.
Ia juga menyatakan, "Aku tidak pernah mengenali Muhammad sebelum ini, tetapi pada hari ini aku sanggup mati demi Muhammad SAW."
Sumber: Mutiara Amaly vol. 46
oleh Abu Ikrimah Al-Bassam
dari voa-islam.com
|