oleh nelly
1. SEKILAS TENTANG BIBEL
Dalam bentuknya yang sekarang, Bibel memuat dua kitab yaitu Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru. Umat Yahudi hanya beriman kepada Perjanjian Lama atau
Taurat, sementara umat Nasrani menganggap Perjanjian Lama sebagai kitab yang
berisi syariat-syariat agama, dan Perjanjian Baru atau Injil ditambah
surat-surat sebagai perjanjian yang utama.
Dikarenakan kitab Injil tidak banyak mengandung hukum-hukum syariat maka umat Nasrani harus tetap mengacu pada kitab Taurat sebagaimana Yesus sendiri mengatakan dengan tegas bahwa ia datang untuk menyempurnakan apa yang telah dibawa oleh Nabi Musa. Dengan demikian, mereka beriman pada nash-nash Taurat itu dan memandangnya sebagai kitab suci Ilahi yang harus ditaati syariatnya.
Kata Injil berasal dari bahasa Yunani. Asal katanya adalah euaggelion. Dalam bahasa Yunani berarti hadiah, yang diberikan kepada orang yang mendengarkan berita gembira.
Bahasa Yunani bukan bahasa Yesus sendiri tetapi bahasa kaumnya. Pada waktu itu ia sendiri menggunakan bahasa Aramea. Jadi kata Injil tidak pernah disebutkan dalam risalah Yesus atau pada kitab sucinya. Tetapi mungkin kata �berita gembira� atau yang menyerupainya dalam bahasa Aramea. Bahasa itu masih bersaudara dengan bahasa Arab dan bahasa Ibrani.
Dalam Perjanjian Baru kata Injil disebutkan beberapa kali, tapi bukan dalam arti kitab. Hanya dalam arti kabar gembira atau kabar baik. Penggunaan kata Injil sebagai kitab suci yang dibawa Yesus baru digunakan pada pertengahan abad kedua Masehi. Ini berarti sesudah Yesus wafat seratusan tahun kemudian. Sedangkan Al Qur�anul Karim menggunakan nama itu pada risalah Yesus, karena nama itulah yang populer digunakan oleh umat Nasrani dan seluruh masyarakat di seluruh pelosok negeri. Al Qur�an turun enam abad setelah penggunaan kata Injil pada risalah Yesus, sehingga tidak ada nama yang lebih tepat digunakan untuk mengenalkannya pada kitab yang dibawa Yesus selain nama itu.
Absennya Yesus dari gelanggang masyarakat Yahudi membuat pemalsuan atau penyamaran risalah yang dibawanya meningkat. Kami menemukannya lewat surat Paulus kedua kepada jemaat Tesalonika. Ia mengatakan, �Jangan lekas bingung dan gelisah, baik oleh ilham roh, maupun oleh pemberitahuan atau surat yang dikatakan dari kami.� (II Tesalonika 2:2)
Dari sini jelaslah bahwa pembuatan dan pemalsuan surat-surat berkaitan
dengan Mesias sudah tersiar di masyarakat pada masa Paulus. Bahkan lebih
jauh lagi, pemalsuan ini juga sudah memuncak hingga banyak orang yang
mengaku sebagai nabi. Mereka mengaku mendapat ilham dan mempertontonkan
berbagai kecakapan yang dikatakan sebagai mukjizat. Peristiwa ini persis
sama seperti yang diramalkan Yesus dalam ayat berikut:
�Sebab mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu, akan muncul dan mereka akan
mengadakan tanda-tanda mukjizat-mukjizat dengan maksud, kiranya mungkin,
menyesatkan orang-orang pilihan.� (Markus 13:22)
Untuk menyangkal tuduhan Yesus ini terhadap dirinya, maka Paulus pun mengatakan kepada jemaatnya di Roma: �Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaan-Nya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang dusta?� (Roma 3:7)
Sejarah Gereja Romawi menjelaskan tentang peristiwa di abad kedua Masehi. Pada waktu itu telah terjadi perdebatan sengit antar umat Nasrani tentang keabsahan sistem para filosofi Yunani yang mereka anut. Mereka berdebat, apakah cara itu dibenarkan?
Tapi akhirnya cara itu mereka laksanakan juga. Ini didukung oleh kecerdikan para peneliti dan kritikus umat Nasrani. Dalam perdebatan itu juga terjadi krisis kejujuran. Berlandaskan alasan itulah dimulailah serial karangan Injil yang dipalsukan atau disamarkan sebagian isinya.
Umat Nasrani pada masa itu tidak memiliki keseragaman pendapat. Secara garis besar jemaat Nasrani terpecah menjadi dua golongan besar, yaitu Nasrani bertradisi Yahudi dan Nasrani bertradisi Yunani. Nasrani bertradisi Yunani inilah yang nantinya menjadi akar tumbuhnya umat Kristen di masa depan. Dalam hal ini Dr. C. Groenen ofm dalam bukunya �Sejarah dogma Kristologi� mengungkapkan:
��Justru orang Yahudi yang berkebudayaan Yunani (diistilahkan: Helenis) sekitar tahun 40 mulai menyebarkan iman kepercayaan Nasrani di luar Palestina, tidak hanya di Samaria, tetapi juga di daerah Syiria, Mesir, dan Afrika Utara. Dan pewartaan juga diarahkan kepada orang bukan Yahudi, yang �Yunani� tanpa latar belakang tradisi Yahudi, seperti halnya dengan orang Yahudi yang berkebudayaan Yunani di Diaspora. Akibatnya: pengaruh alam pikiran Yunani atas refleksi umat mengenai iman kepercayaannya bertambah besar dan kuat. Dua-tiga generasi Kristen pertama tentu tidak seluruhnya lepas dari asal-usulnya, lingkup Yahudi pribumi. Tetapi asal-usul itu semakin bergabung dengan alam pikiran Yunani dan akhirnya unsur Yunani menjadi unsur utama dalam pemikiran umat Nasrani.
Alam pikiran Yunani pada awal tarikh Masehi memang serba sinkretis. Di dalamnya terserap bermacam-macam unsur dari kebudayaan-kebudayaan lain, tetapi secara dasariah alam pikiran itu tetap Yunani. Sinkretisme itu meliputi segala sesuatu dan boleh dikatakan terutama pemikiran religiuslah yang serba sinkretis. Segala apa dicampuradukkan melebur menjadi satu, tetapi sekaligus kabur tidak keruan. Dan di samping sinkretisme populer itu masih ada aliran filsafat bermacam-macam, yang berpangkal pada tokoh-tokoh seperti Plato, Aristoteles, Epikurus, Zenon (Stoa), Diogenes dan sebagainya. Dan filsafat itu sedikit banyak �merakyat� ke mana-mana dan juga bercampur aduk. Orang-orang Yahudi di Diaspora, yang berkebudayaan Yunani tentu saja tidak terluput dari sinkretisme umum itu.� (hal. 35)
Lebih lanjut Dr. Groenem ofm membuat suatu pernyataan tentang karangan-karangan Perjanjian Baru sebagai berikut:
�Karangan-karangan itu agak fragmentaris. Ditulis dengan alasan tertentu, oleh orang tertentu dan bagi sidang pembaca tertentu. Semua karangan itu dikarang setelah umat Nasrani sudah berkembang sedikit, ditulis antara tahun 50-120 M. Dan tidak jarang di dalamnya bercampur aduk apa yang sudah �tradisional� dan apa yang baru, apa yang berasal dari umat Nasrani yang murni Yahudi dengan apa yang disumbangkan umat Nasrani yang murni Yunani. Dan bagi kita sukar dipisahkan unsur-unsur yang berbeda latar belakangnya. Sudah penting bahwa seluruh Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani dan hanya di sana-sini masih ada bekas dari bahasa Aram yang menjadi bahasa Yesus dan bahasa jemaah awal. Itu berarti bahwa bagi kita tidak ada lagi tersedia ungkapan iman umat Kristen dalam bentuknya yang awal. Semuanya sudah diolah sedikit oleh mereka yang terpengaruh oleh alam pikiran Yunani. � (hal. 37)
Tiap-tiap golongan, Nasrani Yahudi dan Nasrani Yunani, menempuh perkembangannya sendiri-sendiri. Karangan-karangan Perjanjian Baru, khususnya karangan-karangan Paulus, membuktikan bahwa di antara keduanya memang terjadi ketegangan dan bahkan permusuhan. Menurut penilaian umat Nasrani Yahudi, Paulus memang berbangsa Yahudi, tetapi toh tampil sebagai suara jemaah-jemaah Yunani. Dan jelas antara Paulus dengan jemaah Nasrani Yahudi tidak ada kesepahaman. Bagi umat Nasrani Yahudi Paulus dinilai sebagai �pengkhianat� dan �murtad� dari ajaran Yesus.
Kosa kata dalam Injil juga disinyalir telah banyak mengalami perubahan. Banyak sisipan ayat-ayat yang dapat merancukan paham monoteisme sebagai ajaran asli Yesus. Menurut Theodore Zahn mulanya kalimat keimanan dalam ajaran Nasrani masih berbunyi: �Saya percaya pada Allah Yang Maha Kuasa�. Akan tetapi antara tahun 120 sampai tahun 210 M ada yang menambah kata �Bapa� di depan kata Yang Maha Kuasa. Tindakan ini sempat dikecam keras oleh beberapa tokoh-tokoh gereja. Uskup Victor dan Zephysius mengutuk penambahan yang dianggap mencemari kemurnian kitab suci dan menentang pendapat yang mengatakan bahwa Yesus adalah salah satu dari oknum Tuhan. Penambahan tersebut adalah konsekuensi dari penerapan pendapat bahwa Yesus adalah �Anak Tuhan�.
2. SEJARAH PENETAPAN PERJANJIAN BARU
Ajaran Paulus yang banyak mengandung mitos-mitos Yunani ternyata banyak
mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekitar Mediterania, Laut Tengah.
Diantara para pendukungnya tersebut terdapat Ireneus (150-202 M),
Tertulianus (155-220 M), Origens (185-254 M), dan Anthanasius (298-377 M).
Anthanasius sendiri dikenal sebagai pelopor lahirnya dogma trinitas dalam
sidang Nicea pada tahun 325 M. Di belakangnya berdiri pula Santo Agustinus
(354-430 M) dan Gregoryus Nyssa (335-394 M). Mereka ini ikut berpikir dan
berunding untuk memecahkan persoalan tentang Tuhan itu tiga tetapi satu.
Maka tidaklah mengherankan bila kemudian kita mendengarkan ada
konsili-konsili seperti konsili Nicea, konsili Efesus, konsili Alexandria
dan lain-lain, di mana pada tiap-tiap konsili akan lahir pula suatu
�perkembangan baru dari Tuhan.�
Dalam Konsili Nicea Kaisar Konstantin yang agung mengumpulkan tiga ratus pastur untuk membuat suatu ketetapan. Mereka mengadakan kesepakatan dan mufakat tentang Injil yang benar. Tetapi ternyata mereka bukan memilih kebenaran berdasarkan historis dan pertukaran pikiran yang logis, tapi mereka menumpuk semua Injil yang ada di bawah meja makan malam kudus. Lalu mereka berdoa kepada Allah agar Injil yang benar terangkat ke atas meja dan membiarkan yang dianggap palsu tetap di bawah.
Setelah peristiwa ini, Kaisar Konstantin pun mengeluarkan dekritnya. Ia menyatakan bahwa semua Injil yang berbeda dengan keempat Injil (yang berlaku sampai sekarang) sebagai Injil palsu dan harus dibakar. Sayangnya pada masa itu, ternyata tidak semua orang mau menerima ajaran Paulus. Meskipun Kaisar Konstantin telah membuat satu ketetapan baku yang harus dipatuhi semua rakyatnya nyatanya masih ada golongan-golongan seperti Nestorius (338-440 M) dan Arius (270-350 M) yang giat menentang. Kedua golongan ini terkenal dengan kegigihannya mempertahankan keyakinan bahwa tiada lain yang patut disembah melainkan Allah. Akibat dari pertentangan mereka inilah akhirnya timbul perburuan manusia yang tiada tara. Siapapun yang tidak mau mengikuti perintah Kaisar Konstantin, diasingkan ke seluruh negeri, bahkan di eksekusi dengan cara dibakar hidup-hidup, diadu dengan singa, diseret oleh kuda dan bahkan dihukum injak dengan seekor gajah.
Pater Mochim dalam bukunya �Sejarah Gereja� antara lain menerangkan bahwa dekrit itu sudah jelas zalim dan tidak masuk akal. Sayangnya, setelah Kaisar Konstantin merasa bersalah dan membatalkan dekritnya, Arius yang diasingkan sudah meninggal sebelum sempat menerima keputusan pembatalan dekrit tersebut.
Perjanjian Baru pun ditetapkan terdiri dari 27 kitab, yaitu Injil Matius,
Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes, Kisah Para Rasul, dan surat-surat
Paulus kepada jemaat Roma, jemaat Korintus, jemaat Galatia, jemaat Efesus,
jemaat Filipi, jemaat Kolose, jemaat Tesalonika, Timotius, Titus, Filmon,
orang Ibrani, kepada Yakobus, kepada Petrus, kepada Yohanes dan kemudian
Wahyu kepada Yohanes. Kumpulan kitab-kitab pilihan itu disetujui juga oleh
Paus Glasios pada tahun 492-496 M. Lalu diberinya ijin berkembang secara
resmi. Maka sejak itu Perjanjian Baru berkembang pesat di kalangan umat
Nasrani. Sebetulnya masih ada 158 Injil dan kitab lainnya yang dikatakan
oleh para penafsir dan kalangan gereja sebagai Injil yang kudus. Sayangnya,
kemudian Injil-Injil tersebut dianggap palsu dan hanya dianggap sebagai
karangan biasa. Di antara Injil-Injil dan kitab-kitab itu dikatakan ada yang
ditulis oleh Yesus sendiri, seperti suratnya kepada Epiko uros, kepada
Propal, Kitab Perumpamaan dan Nasehat, Kitab doa-doa Mesias, Kitab
Penciptaan Yesus dan Maria, dan kitab-kitab yang diturunkan dari langit.
Selain itu juga masih terdapat Injil-Injil lain yang juga ikut diapokritkan,
diantaranya adalah:
a. Injil Markion
b. Injil Mesir
c. Injil Eva
d. Injil Yudas
e. Injil Nicodemus
f. Injil Thomas
g. Injil Barnabas
h. Injil Matius (tidak sama dengan yang ada sekarang)
i. Injil Yosepus
j. Injil Duabelas
k. Injil Kebenaran
l. Injil Maria
m. Injil Yesus
n. Injil Andreas
o. Injil Pilipias, dan lain-lain
(diambil dari berbagai sumber)
dikutip dari :
http://forum.swaramuslim.net/more.php?id=4159_0_21_0_M