Written by Andi Rahmanto |
Wednesday, 29 October 2008 01:55 |
Yaitu hadits yang tidak kuat kebenaran pembawa beritanya. Itu terjadi karena hilangnya satu atau lebih syarat-syarat diterimanya hadits. Pembagian Khabar Mardud dan Sebab-Sebabnya Para ulama membagi khabar mardud menjadi banyak jenis. Masing-masing jenis memiliki nama-nama tersendiri. Meski demikian, seluruh jenis tersebut dimasukkan ke dalam satu nama umum, yaitu dla'if. Penyebab tertolaknya suatu hadits sangat banyak, namun bisa dikembalikan kepada dua sebab pokok, yaitu: a. Sanadnya gugur b. Perawinya dla'if Dari dua penyebab pokok ini, masing-masing terbagi-bagi lagi. Hadits Dla'if Definisi Menurut bahasa, lawan dari kuat. Kata dla'if memiliki arti yang bersifat empiris sekaligus juga arti maknawi. Namun, yang dimaksudkan disini adalah arti maknawi. Menurut istilah, hadits yang tidak terkumpul sifat-sifat hadits hasan, disebabkan hilangnya satu syarat atau lebih. Macam-macamnya Hadits Dla'if memiliki jenis yang amat beragam sesuai dengan berat ringannya kadar dla'if periwayatannya, sama seperti yang dijumpai pada hadits shahih. Ada yang berupa hadits dla'if, ada yang sangat dla'if, ada yang wahl, munkar, dan yang paling rendah adalah maudlu. Sanad-Sanad Terlemah Seperti halnya dalam pembahasan terdahulu tentang hadits shahih yang menyinggung sanad-sanad yang paling shahih, begitu pula tatkala para ulama membahas tentang hadits dla'if, dijumpai adanya sanad-sanad lemah. Imam Al-Hakim An-Naisaburi telah menyebutkan sejumlah besar sanad-sanad terlemah yang menisbatkan kepada sebagian sahabat, sebagian aspek dan beberapa negeri. Misal: a. Sanad-sanad terlemah yang dinisbahkan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq: Shadaqah bin Musa Ad-Daqiqi dari Farqad as-Sabhi dari Marrah At-Thayyib dari Abu Bakar b. Sanad-sanad terlemah dari penduduk Syam: Muhammad bin Qais Al-Mashlub dari Ubaidillah bin Zahr dari Ali bin Yazid dari Al-Qasim dari Abu Umamah. Contoh Hadits Dla'if Hadits yang dikeluarkan oleh At-Tirmidzi melalui jalur Hakim Al-Atsram dari Abi Tamimah Al-Hujaimi dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda, "Barangsiapa yang mendatangi seorang wanita yang sedang haid atau (mendatangi wanita) pada duburnya, atau mendatangi dukun, maka ia telah kafir dengan apa yang telah diturunkan pada Muhammad." Imam At-Tirmidzi mengomentari hadits ini, "Kami tidak mengetahui hadits ini kecuali melalui jalur Hakim Al-Atsram dari Abi Tamimah Al-Hujaimi dari Abu Hurairah." Kemudian ia berkata, "Muhammad telah men-dla'if-kan hadits ini dilihat dari sisi sanadnya." Di dalam sanad hadits tersebut terdapat Hakim Al-Atsram. Para ulama telah men-dla'if-kannya. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Taqrib At-Tahdzib menyatakan, "ia terlalu lemah." Hukum meriwayatkan hadits Dla'if Menurut para ahli hadits, boleh meriwayatkan hadits-hadits dla'if dengan mempermudah sanad-sanadnya tanpa ada penjelasan kedla'ifannya─kecuali hadits-hadits maudlu', tidak boleh meriwayatkannya melainkan harus disertai penjelasan keadaannya. Itu pun dengan dua syarat: a. a. Tidak terkait dengan perkara akidah, seperti tentang sifat-sifat Allah b. b. Tidak dalam posisi menjelaskan hukum-hukum syara' yang terkait dengan masalah halal dan haram. Jadi, boleh meriwayatkan hadits-hadits dla'if dalam hal misalnya, peringatan-peringatan, anjuran-anjuran, ancaman, kisah-kisah, dan sejenisnya. Perlu diperhatikan bahwa jika Anda meriwayatkan suatu hadits tanpa sanad, hendaknya Anda jangan mengatakan, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda begini dan begini." Hendaknya Anda mengatakan, "Diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam begini dan begini; atau telah sampai kepada kami begini dan begini, atau yang sejenisnya." Hal ini agar tidak memastikan hadits tersebut dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sementara Anda tidak mengetahui ke-dla'if-annya. Hukum Mengamalkan Hadits Dla'if Para ulama berbeda pendapat dalam hal mengamalkan hadits dla'if. Jumhur ulama lebih menyukai mengamalkan hadits dla'if dalam perkara fadhail amal, itu pun harus memenuhi tiga syarat seperti yang telah dipaparkan oleh Ibnu Hajar a. a. Haditsnya tidak terlalu dla'if b. Haditsnya termasuk dalam cakupan pokok-pokok hadits ma'mul (bisa diamalkan) c. Tatkala mengamalkannya tidak dii'tiqadkan mengenai kepastiannya, hanya sekedar kehati-hatian saja. Kitab-Kitab Populer yang Mengandung Banyak Hadits Dla'if a. a. Kitab-kitab yang disusun untuk menjelaskan mengenai hadits-hadits dla'if, seperti Ad-Dlu'afa karya Ibnu Hibban; Mizan Al-I'tidal karya Ad-Dzahabi. Mereka menyebutkan berbagai contoh hadits yang menjadi dla'if disebabkan perawinya dla'if. b. b. Kitab-kitab yang disusun secara khusus hanya berisi hadits-hadits dla'if, misalnya kitab-kitab yang mengumpulkan hadits-hadits mursal, 'ilal, mudraj, dan sejenisnya. Seperti Al-Marasil karya Abu Daud, Al-'Ilal karya Daruquthni. Daftar Pustaka Thahan, Mahmud. 2006. Tafsir Musthalah Hadits terjemah: Abu Fuad. Bogor: Pustaka Tariqul Izzah |